pilihlah kejernihan akar cahaya yang lebur,
jika kudiberikan taman semadiku biarlah harum yang abadi
pandanglah saujana ini di puncak hasanah tanpa lafaz,
jika ku diberikan makna bahasaku biarlah santun yang sunyi
pulanglah segalanya kepada pengabadian tanpa sesal
waktu riadah bermuhasabah perjalanan menangkap segala silap,
jika kudiberikan lagi kelewatan waktu
biarlah naiwaitu di jendela diri
menyambut lembut pengalaman merimbun embun
tak kumenjadi sisa masalalu,
jika kudiberikan peribadi biarlah lorong diri
dijaga cahaya akar yang membersit mensaujana sinar.
[Menginai Badai, DBP 2004]